Antoine Griezmann itu unik. Gak bisa didefinisikan cuma sebagai striker atau playmaker, karena dia bisa semua. Visi oke, teknik jempolan, daya jelajah luar biasa, dan loyalitas ke tim selalu maksimal. Tapi sayangnya, saat pakai seragam Barcelona, semua kualitas itu kayak kehilangan frekuensi.
Dia bukan flop murni, tapi juga bukan transfer sukses. Sebuah kisah antara “hampir cocok” tapi gak pernah klik total. Padahal kalau lo liat performa dia di Atlético Madrid atau timnas Prancis, lo bakal sadar: Griezmann adalah elite. Cuma mungkin bukan untuk Barca.
Awal Karier: Gelandang Kurus dari Prancis yang Bikin Nama di Spanyol
Antoine Griezmann lahir 21 Maret 1991 di Mâcon, Prancis. Karier mudanya dimulai dari akademi Real Sociedad. Waktu itu badannya kurus, kecil, dan sempat dianggap gak cukup fisik buat level atas. Tapi dia jawab semua itu dengan skill, determinasi, dan kecerdasan taktik.
Dia debut di tim utama Sociedad tahun 2009, dan langsung mencuri perhatian. Dalam lima musim, dia cetak 50+ gol dan bantu klub naik kasta serta bersaing di La Liga.

Atlético Madrid: Era di Mana Grizi Menyala
Tahun 2014, Atlético Madrid rekrut Griezmann dengan harga sekitar €30 juta. Di bawah Diego Simeone, dia langsung berubah dari winger jadi penyerang utama, bahkan kadang jadi second striker atau gelandang serang tergantung kebutuhan tim.
Dia berkembang jadi salah satu pemain paling efisien di Eropa. Statistiknya gak bohong:
- Cetak 133 gol selama 5 musim
- Finalis Liga Champions 2016
- Juara Liga Europa 2018
- Finalis Ballon d’Or 2018 (peringkat 3, di bawah Modric dan Ronaldo)
Simeone bikin Griezmann jadi “free role assassin”: kerja keras kayak gelandang, tapi punya sentuhan akhir kayak striker. Dan dia sukses besar.
Gabung ke Barcelona: Harga Gede, Tapi Frekuensinya Gak Nyambung
Tahun 2019, Barcelona tebus Griezmann seharga €120 juta. Harusnya, ini jadi golden triangle: Messi, Suárez, dan Grizi. Tapi yang terjadi? Camp Nou gak pernah benar-benar ngerti cara makainya.
Masalah utamanya adalah posisi. Griezmann suka main bebas, dari tengah, turun-turun ke belakang, dan terlibat build-up. Tapi Barca udah punya Messi, yang juga begitu. Akhirnya Griezmann sering dipaksa main melebar, jadi winger, atau kadang jadi penyerang bayangan di sistem yang terlalu rigid buat gayanya.
Bukan berarti dia gak kontribusi. Dalam dua musim:
- 35 gol dari 102 penampilan
- Juara Copa del Rey 2021
- Sering tampil clutch di laga besar
Tapi ekspektasi harga segede itu jelas lebih tinggi. Fans Barca juga mulai frustrasi karena performanya gak stabil, meski dia selalu kerja keras dan gak pernah ngeluh.
Balik ke Atlético: Seperti Pulang ke Rumah
Tahun 2021, Griezmann akhirnya balik ke Atlético dengan status pinjaman, yang akhirnya jadi permanen. Dan langsung, kayak gak butuh waktu adaptasi—Grizi versi terbaik balik lagi.
Di musim 2022–23, dia tampil luar biasa:
- 15+ gol dan 15+ assist di La Liga
- Bawa Atlético kembali ke papan atas
- Jadi playmaker utama yang bebas eksplorasi
Diego Simeone tahu banget cara pakai dia: dikasih kebebasan tapi tetap dalam sistem yang disiplin. Dan hasilnya? Salah satu musim terbaik sepanjang kariernya.
Timnas Prancis: Bukan Cuma Supporter Mbappé, Tapi Mesin Tengah
Di Piala Dunia 2018 dan 2022, Griezmann adalah jantung permainan Prancis. Dia mungkin gak selalu jadi pencetak gol utama, tapi dia adalah pemain yang ngerangkai semuanya dari belakang.
Di Euro, Piala Dunia, Nations League—lo bakal lihat satu hal konsisten: Griezmann gak pernah main setengah-setengah buat negaranya. Dia turun bertahan, nyari bola, kasih umpan, dan tetap jadi ancaman di sepertiga akhir.
Didier Deschamps bahkan bilang: “Griezmann adalah pemain paling penting dalam sistem saya.” Dan itu datang dari pelatih yang bawa Prancis ke dua final Piala Dunia.
Gaya Main: Campuran Gelandang Serang, Striker, dan Tukang Pressing
Griezmann itu unik banget karena dia gak bisa dikotak-kotakkan. Dia bisa:
- Main di belakang striker (second striker)
- Jadi false nine
- Turun ke tengah kayak gelandang box-to-box
- Nge-press kayak pemain bertahan
Staminanya gokil, visi permainannya tinggi, dan meski badannya kecil, dia jarang kalah duel. Dia juga bisa adaptasi ke siapa pun partnernya: dari Mbappé sampai Morata.
Kesimpulan: Griezmann, Pemain Jenius yang Butuh Sistem yang Ngerti Dirinya
Antoine Griezmann bukan flop. Tapi dia juga bukan tipikal bintang yang cocok di semua sistem. Dia butuh pelatih yang ngerti gaya mainnya, dan rekan yang bisa sinkron sama movement-nya. Di Atletico dan Prancis, dia dapat itu. Di Barcelona? Sayangnya enggak.
Tapi satu hal yang gak bisa dibantah: Griezmann adalah pemain dengan etos kerja gila dan IQ bola di atas rata-rata. Dia bukan cuma soal gol, tapi soal gimana ngerangkai permainan modern dengan cara yang elegan tapi efisien.